Sebagian dari teman-teman mungkin sangat penasaran, “Bagaimana caranya kita membangun budaya inovasi di perusahaan?” Tentunya kita semua ingin jawaban yang straightforward untuk pertanyaan ini, sayangnya tidak ada. Jawabannya bisa sangat meluas sampai banyak sekali praktisi dan akademisi bisnis yang menulis buku beratus-ratus halaman hanya untuk menjawab pertanyaan ini, dan masing-masing mengajukan pendekatan yang berbeda.
Menurut Anda, merakit mobil atau membina kebun. aktivitas yang lebih mirip dengan membangun budaya di suatu perusahaan? Apa yang membedakan antara kedua aktivitas tersebut? Seperti yang kita ketahui, merakit mobil itu adalah aktivitas yang bisa dilakukan secara mekanis, di mana ada blueprint yang tinggal diikuti. Namun membangun budaya tidak demikian karena budaya adalah sistem sosial, yang mana jauh lebih kompleks dari mobil dan banyak sekali hal yang tidak bisa kita kontrol.
Oleh karena itu, pakar budaya inovasi Dave Gray mengibaratkan membangun budaya seperti membina kebun; dalam membina kebun kita tidak bisa mengontrol bagaimana tanaman kita tumbuh atau berbuah, tetapi tetep saja ada hal-hal di bawah kendali kita yang bisa dilakukan untuk mempengraruhi pertumbuhan tanaman tersebut, seperti airnya, pupuknya, dan lain-lain. Begitu pun dengan budaya, perusahaan tidak bisa secara langsung mengubah pola perilaku karyawan, tetapi ada hal-hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk mendorong terbentuknya pola perilaku baru sesuai budaya yang ingin dibangun.
Lalu, bagaimana kita membangun budaya layaknya membina kebun? Sebelum dibangun, kita harus mendesain dahulu budaya inovasi yang ingin kita bangun. Untuk itu, Dave Gray bersama konsultan inovasi Strategyzer menciptakan sebuah alat sederhana untuk mendesain budaya yang disebut ‘Culture Map’.
Dalam Culture Map tersebut, ada 3 hal yang harus kita petakan; Outcomes atau hasil, Behaviours atau perilaku, dan Enablers & Blockers atau penunjang & penghalang.
Outcomes adalah tujuan bisnis yang ingin kita capai melalui budaya yang ingin dibentuk, ibaratnya seperti buah yang ingin kita hasilkan dari kebun kita. Bila Outcomesnya tidak jelas atau tidak selaras dengan strategi bisnis, budaya yang terbentuk hanya akan sekadar ada tanpa mendukung kinerja bisnis, jadi tahap ini penting sekali.
Setelah kita menetapkan Outcomes, baru kita tentukan perilaku-perilaku yang penting untuk kita bina dan perlihara demi mencapai Outcomes yang sudah disepakati. Terakhir, untuk memfasilitasi terbentuknya perilaku yang diinginkan, kita harus mengidentifikasi Enablers yang perlu diterapkan dan juga Blockers yang perlu ditiadakan. Seberapa kita berhasil menerapkan Enablers dan menghilangkan Blockers inilah yang akan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya kita membangun suatu budaya, sehingga harus diidentifikasi dengan tepat dan dieksekusikan dengan baik.
Ilustrasi Culture Map
Bayangkan perusahaan kita butuh mengembangkan budaya inovasi untuk mencapai target growth yang sangat tinggi. Outcome inovasi apa saja yang ingin dicapai? Karena perusahaan kita sedang ingin mencapai revenue growth yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya, kita tidak bisa hanya bergantung pada marketing konvensional yang selama ini kita gunakan, sehingga kita harus menciptakan growth engines baru yang juga melibatkan product dan engineering.
Contoh Outcomes inovasinya dalam kasus ini adalah ‘New Growth Engines’. Untuk mencapai Outcomes yang menantang ini, Behaviour apa yang harus dibentuk dalam tim? Agar karyawan mampu menciptakan growth engine baru yang belum pernah dibuat sebelumnya, bahkan oleh kompetitor, mereka harus banyak sekali melakukan iterasi sehingga penting untuk memiliki perilaku “berani bereksperimen dan gagal”. Dan untuk membentuk perilaku ini, tentunya tidak cukup sekadar mengatakan “Kalian harus berani bereksperimen dan gagal!” Kita harus secara pintar bermain dengan Enablers & Blockers yang bersifat bisa dalam bentuk sistem, sumber daya, atau praktik-praktik tertentu (seperti coaching).
Dalam kasus ini, kita bisa mengacu ke contoh Enabler & Blocker bagus sekali yang dipraktikan oleh HubSpot. HubSpot adalah perusahaan software marketing B2B yang berhasil menciptakan budaya inovasi yang membuahkan banyak sekali growth engine inovatif di dunia inbound marketing. Salah satu Enabler yang mereka terapkan adalah dengan proses pengajuan inovasi yang distandarkan untuk semua karyawan. Proses 3-tahap tersebut disebut Alpha-Beta-Version 1; di tahap Alpha, karyawan yang punya ide dipersilahkan untuk lansung mempresentasikannya ke manajemen; bila idenya bagus, karyawan lolos ke tahap Beta di mana mereka diberikan sumber daya untuk bereksperimen selama tiga bulan; bila hasil eksperimennya bagus, ide tersebut dibakukan menjadi ‘Version 1’ untuk diaplikasikan secara riil.
Enabler seperti ini sangat mempermudah dan memotivasi karyawan untuk bereksperimen, namun menerapkan Enabler saja tidak cukup. Lalu Blockernya apa? Agar tim semangat untuk memanfaatkan proses ini, Blocker yang harus dihilangkan atau dicegah adalah praktik bahwa ‘hanya karyawan yang berhasil ke Version 1 akan diapesiasi’, sehingga karyawan tetap harus diapresiasi dalam setiap tahap meskipun akhirnya ide yang diajukan tidak menjadi Version 1. Inilah contoh bermain dengan Enabler & Blocker untuk membentuk yang Behavior yang diinginkan.
Itulah dia, cara membangun budaya inovasi. Pertama kita tetapkan dahulu Outcomes inovasi yang ingin dicapai, lalu tentukan Behaviours yang ingin dibentuk untuk menunjang pencapaian Outcomes, dan terakhir menerapkan Enablers dan meniadakan Blockers untuk memfasilitasi terbentuknya Behaviours yang diinginkan. Ingat juga bahwa Enablers & Blockers inilah satu-satunya bagian yang ada di bawah kendali kita, sedangkan Behaviours & Outcomes hanya bisa kita monitor; jadi bila Behaviours atau Outcomes yang tercapai tidak sesuai harapan atau desain, berarti penerapan Enablers dan peniadaan Blockers perlu dioptimalkan lagi.
Baca juga:
Comments