Sejak akhir tahun 90-an, PT Pos sudah menjalankan proses transformasi. Kisah transformasi ini bahkan sempat dituliskan oleh Hermawan Kertajaya dalam sebuah buku yang berjudul “Bridging to the Network Company”. Kemudian, tahun 2012 buku berjudul “Marketing for Turn Around: Realizing the Network Company” terbit sebagai sekuel dari buku pertamanya.
Namun, apakah proses transformasi ini berhasil?
Kalau Anda merasa bahwa PT Pos Indonesia masih tidak berubah banyak, Anda bukan satu-satunya. PT Pos Indonesia memang sudah melakukan transformasi dan menerbitkan buku mengenai transformasi tersebut. Meski begitu, tetap saja PT Pos Indonesia terasa seperti mati suri. Mengapa bisa begitu?
Berdasarkan hasil riset, disebutkan bahwa 70% kegagalan transformasi disebabkan oleh faktor manusia. Jika melihat pada kasus PT Pos Indonesia, rasanya masuk akal juga. Banyak pihak menilai kalau mentalitas manusia dalam PT Pos menjadi isu. Selain itu, banyak juga yang menganggap PT Pos Indonesia merupakan perusahaan kuno dengan pelayanan kuno, sistem kuno, dan SDM yang juga kuno. Ketidakmampuan karyawan PT Pos Indonesia dalam mengikuti zaman juga dianggap sebagai masalah.
Masalah ini tentu saja sangat disadari oleh CEO PT Pos Indonesia yang baru, Faizal Djoemadi. Karena itu, dia serius dalam menangani masalah tersebut. Gebrakan demi gebrakan dilakukan agar SDM dalam PT Pos Indonesia dapat bertransformasi. Apa saja gebrakan tersebut dan kendala serta solusi menghadapinya?
Program Transformasi PT Pos Indonesia
Ada 7 program yang dijalankan dalam proses transformasi PT Pos Indonesia, yaitu:
1. Transformasi Bisnis : dari loser menjadi winner
2. Transformasi Produk dan Kanal : dari fisik menjadi digital
3. Transformasi Proses : dari manual menjadi automasi
4. Transformasi Teknologi : dari mesin menjadi pelayanan
5. Transformasi SDM : dari sumber daya menjadi modal utama
6. Transformasi Organisasi : dari biaya menjadi niaga
7. Transformasi Budaya : dari perilaku menjadi karakter
Transformasi PT Pos Indonesia Dulu dan Sekarang
Dari 7 program transformasi ini, PT Pos Indonesia berfokus pada transformasi SDM dibandingkan dengan transformasi lainnya. Hal ini karena PT Pos Indonesia bahwa aset terpenting yang dimilikinya adalah SDM atau manusia di dalamnya. Karena itu, mindset orang-orang di dalamnya yang harus diubah.
Sejalan dengan hal tersebut, maka KPI yang ada di dalamnya juga akan berubah. KPI yang sebelumnya cenderung pada KPI teknis menjadi KPI profitability per kantor.
Inilah yang membedakan antara PT Pos Indonesia dulu dan sekarang. Jika transformasi sebelumnya lebih berproses pada hal-hal non-manusia, transformasi kali ini lebih berpusat pada manusia dan orang-orang di dalam PT Pos Indonesia. Hal ini juga terlihat dari program transformasi yang dilakukan oleh PT Pos. Dari tujuh program yang dijalankan, tiga di antaranya adalah transformasi manusia. Yaitu transformasi SDM, transformasi organisasi, dan transformasi budaya.
Mengubah Mindset Karyawan PT Pos Indonesia
Mengubah mindset tentu saja bukan hal yang mudah. Apalagi, demografi karyawan PT Pos Indonesia cukup unik. Ada sekitar 30% karyawan yang memiliki pendidikan di atas SMA. Sedangkan 70% lainnya terbagi antara pendidikan SMA, SMP, dan bahkan lulusan SD. Lalu bagaimana cara untuk mengubah mindset karyawan yang ada di dalamnya?
1. Harus jelas dulu mengapa kita harus bertahan hidup
Di awal transformasi akan dimulai, banyak orang merasa pesimis. Bahkan karyawan PT Pos Indonesia juga merasa pesimis. Karena itu, penting untuk menjelaskan mengapa kita harus berubah dan bertahan.
2. Jelaskan bagaimana kita melakukannya
Setelah jelas tujuan atau alasan mengapa kita harus berubah dan bertahan, maka kita bisa masuk ke tahap selanjutnya. Yaitu menjelaskan bagaimana caranya, apa fokusnya, dan apa saja yang harus dilakukan. Kita bisa mulai dengan menetapkan rencana jangka panjang yang nantinya akan dipecah lagi menjadi KPI sesuai kebutuhan.
3. Bisnis menjadi panglima, SDM adalah akar permasalahannya
Pada dasarnya, perubahan kultur dan budaya yang dilakukan dalam transformasi bertujuan untuk memberikan dampak kepada bisnis. Jika perubahan yang dilakukan tidak memberi dampak positif pada bisnis, bisa dipastikan bahwa ada sesuatu yang salah.
4. Komunikasikan secara intensif ke semua pihak terkait
Demografi PT Pos Indonesia yang didominasi karyawan dengan pendidikan SMA ke bawah membuat komunikasi menjadi hal yang penting. Penjelasan berulang mengenai fokus transformasi menjadi hal yang penting. Selain mengomunikasikan kepada karyawan di dalam perusahaan, komunikasi kepada stakeholder juga perlu dilakukan.
5. Lakukan semua itu secara transparan
Untuk mendukung proses transformasi, transparansi penting dilakukan. Dengan adanya transparansi, maka kepercayaan karyawan akan terbangun. Kepercayaan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenjang posisi dalam perusahaan. Dengan adanya kepercayaan, maka eksekusi transformasi akan berjalan dengan lebih cepat.
Respon Karyawan PT Pos Indonesia atas Perubahan Radikal
Banyak orang bertanya-tanya apakah sebuah perusahaan BUMN bisa dibangkrutkan atau tidak? Pertanyaan ini menjadi penting dalam menentukan mindset dalam karyawan PT Pos Indonesia. Sayangnya, sama seperti perusahaan lainnya, PT Pos Indonesia juga bisa dibangkrutkan. Karena itulah transformasi penting dilakukan.
Transformasi yang dilakukan tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan di dalamnya. Perubahan hari kerja menjadi sabtu – minggu dan bahkan jam kerja menjadi 24 jam tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan. Namun, perlu dipahami juga bahwa dalam transformasi perusahaan, lebih baik mengganggu kenyamanan dan diprotes sana-sini, tetapi perusahaan menjadi lebih sehat.
Cara Menangani Resistensi Karyawan
Perlu dipahami bahwa secara statistik hanya akan ada 15% karyawan yang mendukung transformasi, 50% yang menolak, dan 35% yang abstain. Kabar baiknya, orang-orang yang menolak kemungkinan disebabkan karena tidak paham. Jika kita menyampaikan fakta-fakta terkait, berkomunikasi dengan baik dan transparan, menginspirasi, dan lain sebagainya, maka mereka bisa menjadi pendukung transformasi.
Yang sulit adalah mengubah 35% yang abstain menjadi pendukung. Kelompok karyawan ini tidak cukup jika hanya diberikan penjelasan. Kita perlu melakukan pendekatan dalam dan menyentuh mereka dengan baik. Untuk mendukung hal ini, PT Pos Indonesia membekali para kepala kantor melalui sebuah training khusus.
Tentu saja kita tidak mampu mengubah seluruhnya menjadi pendukung. Namun, sisa 5-10% abstain sudah merupakan hasil yang baik.
Itulah strategi PT Pos Indonesia dalam mentransformasi SDM yang dimilikinya. Bagaimana menurut Anda? Apakah PT Pos Indonesia mampu melakukan transformasi?
Comments